Limbah Kulit Telur Sebagai Bahan Pakan

Entah benar atau tidak, kulit telur yang terbuang dari setiap telur yang isinya kita makan, sebenarnya mengandung sumber gizi yang luar b... thumbnail 1 summary
Entah benar atau tidak, kulit telur yang terbuang dari setiap telur yang isinya kita makan, sebenarnya mengandung sumber gizi yang luar biasa.  Saya dapatkan informasi dari sini (klik link).  Kalau ya, maka ini satu peluang yang seharusnya bisa dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk ternak yang saya pelihara.  Sebagai peternak pemula, saya kumpulkan kulit telur dari para pedagang, pedagang nasi goreng keliling, dan pembuat kue yang ada di sekitar rumah.  Lumayan, bisa dapat kulit telur satu atau dua kilo setiap hari.   Akhirnya, saya putuskan membeli saja pada orang yang bersedia mengumpulkannya, seharga Rp 500,- kg.
Tidak ada masalah dengan kulit telur ini, tapi bila yang dikumpulkan sudah berhari-hari, baunya minta ampun deh.  Sisa isi telur ikutan luar biasa baunya.  Sangat mudah mengundang lalat, dan tidak jarang pula sudah berisi belatung.  Belatung bisa bertumpuk di bawah kulit telur yang membusuk.  Apaboleh buat, dengan target untuk menekan biaya pakan, usaha untuk memproses kulit telur sebagai grid (gilingan kulit telur) tetap dilakukan.  Dengan menggantikan grid kering yang dibeli di toko pakan ternak seharga Rp 1500 per kilo, maka setidaknya saya bisa menghemat setengahnya.
Hasil uji coba terhadap ayam nyaris apkir yang dibeli dengan harga 40 ribu (usia 1,6 tahun) sebagai tambahan pakan, ditambah dengan perangsang telur, dan tepung ikan, memberikan hasil yang cukup menggembirakan.  Ketika saya membeli ayam nyaris apkir sebanyak 64 ekor dan dalam setiap hari hanya berproduksi rata-rata 25 telur atau 40 persen, kemudian setelah 10 hari saya terpaksa jual lagi 14 ekor untuk dipotong sehingga bersisa 49 ekor, maka setelah minggu ke 3 dimulai, ayam yang sudah mulai menua ini hasil produksi lebih baik.  rata-rata per hari 30 – 34 telur per hari.  Pada hari ke 20 bahkan bertelur sampai 44 telur (atau nyaris 90%)  bertelur.  Saya masih menunggu hari-hari ke depan, apakah stabil, atau ada penurunan drastis lagi.  Namun, dengan angka bertelur sebesar ini, setidaknya langkah awal sebagai peternak pemula yang berusaha menekan atau mengurangi pembelian pakan pabrik dengan membeli sendiri memberikan tanda-tanda menggembirakan.

Hari-hari Pertama Menetaskan Telur Puyuh
Sekitar jam 15.30, tanggal 7 Mei 2013 pagi saya masuk ke tempat penetasan telur puyuh.  Terdengar suara halus dari dalam telur puyuh yang sedang ditetaskan.  Ini adalah hari ke 17 atau ke 18 puyuh di dalam mesin tetas semi otomatis(menggunakan termostat dan termometer) serta 8 lampu 5 watt merk Eterna.  Kapasitas mesin sekitar 800 butir.
Suara-suara dari dalam telur itu pertanda telur akan menetas.  Jam 10.30 pagi, tetasan pertama mulai keluar dan berturut-turut bermunculan.  Saya cukup sibuk memindahkan telur yang akan menetas ke tempat telur menetas yang sudah disiapkan.   Agak bingung juga menanganinya, maklumlah ini adalah penetasan pertama kali.
Tanggal 7 Mei 2013
Jumlah telur yang menetas semakin banyak, mulai dari jam 10.30 pagi sampai sore hari sudah sekitar 300 – 400 butir yang menetas.  Ramai benar bunyi cit-cit-cit yang keluar telur tetas.   Hari pertama ini, anak puyuh yang masih kecil-kecil dibiarkan saja berada dalam ruang penetasan.  Kebanyakan masih basah ketika keluar dari telur, sebagian masih berjuang keluar dari telur.  Temperatur masih tetap sama dengan saat penetasan, yaitu 38-39 derajat Celcius.
Tanggal 8 Mei 2013
Anak-anak puyuh yang sudah kering badannya, dipindahkan dari mesin tetas ke ruang inkubator (ruang pemanas) yang sedikit lebih luas dari ruang penetasan.  Menampung kira-kira 100-150 ekor puyuh yang baru menetas.  Tiap meter perseginya disediakan pemanas dengan lampu Eterna 5 watt.  Temperaturnya sekitar 37 derajat.
Minum, diberikan air minum dicampur gula merah. Tidak diberikan makan.
Tanggal 9 Mei 2013
Ada 1 ekor mati, lalu diambil.  Ada 5 yang tampaknya lemas, tapi dibiarkan tetap dalam mesin tetas.  Masih ada sekitar 200 lebih yang belum menetas.  Beberapa diambil lalu didengar suaranya dengan cara telur diambil dan didekatkan ke telinga.
Pada hari ketiga ini disimpulkan yang pada hari ketiga tidak ada tanda-tanda akan menetas, diambil kemudian direbus (untuk kemudian akan digunakan sebagai campuran pakan).
Hari ketiga ini mulai diberikan makan, yaitu BR 511 (pakan starter ayam pedaging) yang ditumbuk lagi agar lebih halus, hampir sama dengan tepung.  Pakan diberikan dengan cara disebarkan di atas alas koran.
Tanggal 10 Mei 2013
Masih ada 14 telur yang masih diharapkan menetas.  Empat ekor kemudian menetas sendiri, sisanya ada 10.  Beberapa menetas dibantu, karena tidak mampu keluar dari telur.  Menurut pakar, tindakan ini tidak boleh dilakukan.  Biarkan saja mati atau  harus berhasil keluar dengan tenaga sendiri.  Beberapa yang dibantu keluar dari telur, memang kondisinya cacat, tidak sempurna dan memang beberapa hari kemudian akhirnya mati.
Dari 10 telur tersebut, 6 keluar dari telur dan kemudian mati.
Tanggal 11 Mei 2013
Mati 3 ekor di kandang perbesaran (inkubator), 7 yang tampaknya lemah dipelihara di kandang terpisah.
Pakan diberikan dengan tambahan bubuk kunyit yang dicampurkan pada pakan.
Tanggal 12 Mei 2013
Ada lagi yang mati sebanyak 7 ekor.
Kegiatan makan tampak mulai rakus.
Tanggal 13 Mei
Ada lagi yang mati sebanyak 2 ekor.
TAnggal 14 Mei 2013
Direncanakan akan divaksin untuk pencegahan terhadap ND.   Bibit puyuh tidak diberikan minum selama satu jam sebelum diberikan vaksin ke dalam minuman, lalu alas kandang tempat makan dan kotoran dibersihkan.
Hari ini ada yang mati 6 ekor.  Mungkin matinya malam sebelumnya hanya diambilnya pagi hari sewaktu akan mengganti alas kandang.
Vaksin diberikan melalui tempat minum.
Tanggal 15 Mei 2013
Ada yang mati lagi 2 ekor.
Minuman untuk puyuh hanya air putih.
Pakan diberikan dicampur dengan susu probiotik kefir.
Masih ada sekitar 600 bibit puyuh yang menuntut perhatian, terutama pakan dan minum serta jangan sampai kedinginan.  Tingkat keberhasilan penetasan ini sekitar 75 persen.  Dari 200 telur puyuh yang tidak menetas, kurang lebih 30-40%nya memang tidak ada bibitnya (embrio)nya.  Jadi wajar tidak menetas.  Sebagian lagi memang tidak menetas.
Memang sewaktu akan masuk penetasan, umur telur tetas bervariasi mulai dari umur satu hari sampai 10 hari.  Menurut kata ahli, sebaiknya yang ditetaskan berumur kurang dari 7 hari sejak puyuh bertelur.
Saya belum menghitung berapa persen jantan dan betina yang berhasil ditetaskan ini.  Yang jelas, sewaktu memilih telur, saya gunakan saran beberapa peternak : Yang bulat adalah betina, yang lancip jantan.  Saya usahakan pilih hanya yang betina saja.


Tidak ada komentar

Sponsor Advertisement