Seperti berlari di bukit yang menurun, puyuh petelurku setiap hari
mengalami penurunan bertelur. Padahal minggu kemarin, masih ada kandang
yang bertelur 100%, 98% dan 90%. Sisanya berkisar antara
75-80%. Turun setiap hari rata-rata 10% sampai ke titik
nadir. Nyaris, ada dua kandang yang bertelur hanya satu butir
saja. Selanjutnya, kematian demi kematian datang berturut-turut.
Setiap hari ada satu dua, sampai sepuluh ekor yang menemui ajalnya, tanpa
sempat memberitakan apa yang menjadi penyebabnya. Padahal, baru seminggu
lebih saya merasa senang dengan keberhasilan mengoplos pakan pabrik dengan
pakan buatan sendiri. Saya menggunakan pakan pabrik 20% saja dan
selebihnya pakan buatan sendiri. Pakan pabrik memang selalu disediakan,
maklumlah kalau lagi tidak sempat membuat pakan sendiri atau bahan pakan sedang
tidak tersedia, maka solusi sementaranya ya pakai pakan pabrik.
Analisis Penyebab.
Yang paling penting dari usaha mencari penyebab perubahan dari dua
kejadian, adalah mengenali faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab.
Kata teman manajemen, susun urutan penyebab yang paling mungkin sampai penyebab
yang paling tidak mungkin. Lalu susun prioritasnya berdasarkan pengalaman
kualitatif, syukur bila bisa kuantitatif — berdasarkan data faktual yang
dimiliki–. Periksa apa saja yang menjadi sumber perbedaan ketika
objek yang diteliti berada pada awal kejadian dan setelah kejadian.
Kejadian awal dari objek adalah puyuh bertelur normal dan Kejadian akhir adalah
puyuh bertelur turun setiap hari 10% sampai ke titik nadir.
Dalam seminggu itu, perubahan-perubahan yang terjadi adalah :
Cuaca sedang diperalihan musim. Kadang panas, kadang hujan disertai
angin yang relatif kencang. Tapi bukan angin puyuh atau angin puting beliung.
Ada beberapa petasan dan deru mesin motor yang cukup keras di malam hari.
Ada sekitar dua ratus puyuh yang pindah ke kandang petelur.
Petugas kerja sakit dan digantikan oleh petugas lain.
Kulit Kacang Hijau sebagai tambahan pakan diganti dengan daun ketela pohon
yang baru digiling lalu difermentasi. Pencampuran pada pakan, kurang
lebih 5% dari total pakan.
Dedak halus (slip) yang digunakan dari pemasok baru.
Penggunaan obat (therapy) sejenis Teramizin digunakan selama dua hari
pertama ketika perubahan terjadi.
Saya sampaikan ke petugas pembuat pakan, tambah saja dedak halus 10 Kg dari
yang sudah biasa. Pakan dibuat setiap minggu.
Pada hari ketiga kejadian, pertanyaan umum : “Bagaimana kondisi
kohe-nya?. Normal atau tidak?.” Jawabannya normal saja. Jadi
indikator ini tidak perlu dipakai. Lalu, karena sedang dalam program
penggantian pakan, pada hari ke empat kejadian saya langsung minta diubah
kembali ke pakan standar pabrik 100%. “Jangan gunakan pakan
oplosan. Pakai saja pakan pabrik.”. Namun, kejadian penurunan tidak
mengalami perubahan. Jumlah telur tetap tiap hari turun hampir 10 persen,
bahkan pada hari ke 8 atau ke 9 sudah nyaris tinggal jumlah produktifitas sudah
tinggal beberapa kilogram saja. Sungguh, kerugian sangat besar.
Kerugian akibat ini sudah memasuki bilangan rupiah yang nolnya sudah 6
buah. Sedangkan penyebabnya belum diketahui. Kalau sampai masuk ke
nolnya lebih dari itu, rasanya harus siap-siap…. entahlah…..
Yang tidak berubah, alias tetap adalah :
Komposisi pakan pabrik tetap 20% dan pakan sendiri 80%.
Sehari sebelumnya atau pada saat akan diberikan ke puyuh, diberikan
probiotik sebagai campuran untuk meningkatkan konversi pakan.
Tempat minum dan air minum puyuh tersedia setiap saat. Ada satu baris
kandang yang terlewat mendapatkan air minum.
Waktu pemberian pakan tetap sesuai kebiasaan. Pagi jam 09.00 dan sore
jam 15.00
Lain-lain kegiatan, rasanya tidak ada yang berubah.
Kejujuran pekerja selama ini bisa diandalkan. Jadi kemungkinan ada
kehilangan akibat pencurian, sampai tahap ini bisa diabaikan. Apalagi,
memang setiap hari telur dari setiap kandang selalu dicatat, berapa jumlahnya,
berapa yang pecah, dll sehingga faktor data aktual penurunan yang terjadi
memang terkontrol.
Kejadian penting dari objek adalah :
Jumlah puyuh yang bertelur dari setiap kandang tiap hari turun 10% selama
seminggu terakhir.
Terdapat kematian mendadak 2 sampai 10 ekor setiap hari. Pengamatan
pada kematian selama ini diabaikan. Biasanya, saya cuma dapat laporan
kematian saja. Baru setelah hari ke lima, saya periksa lebih teliti
kematiannya. Ternyata bukan hanya yang kejepit atau mati kurus, tapi
beberapa mati dalam kondisi badan yang membiru. Sungguh tragis.
Saya yakin, puyuh tersebut mati bukan karena bunuh diri atau putus cinta lalu putus
asa dan minum racun. Tapi, ini sesak napas atau keracunan. Itu
kesimpulan awal ketika pada hari ke lima atau hari ke enamnya saya perhatikan
penyebab kematian si penghasil pendapatan ini. Duh, betapa lalainya
memperhatikan nasib puyuh-puyuh penghasil pundi-pundi keuangan ini.
Yang juga menyedihkan adalah kandang puyuh albino yang juga turun drastis
pula. Padahal, puyuh albino yang saya miliki hanya sedikit dan
produktifitasnya kerap paling tinggi di antara rekan sejawatnya. Puyuh
albino dalam satu bulan bisa mencapai produktifitas 95% dalam satu bulan.
Nyaris bertelur tiap hari tanpa henti, sekarang diam seribu basa.
Kemungkinan Penyebab dan Antisipasi Yang Dilakukan.
Ini tentu saja bukan proyek pencitraan. Ini adalah dapur yang harus
berasap setiap haril Tindakan awal sebenarnya sudah dilakukan pada hari
ke tiga sore dan berlanjut.
Dari hipotesis awal, sumbernya mungkin tambahan dedak halus yang dilakukan
hanya berdasarkan feeling yang ternyata not so good,
setelah saya cek teliti ternyata menurunkan nilai perhitungan protein dari standar target 22% ke
17%. Tentu saja ini tidak cukup dan akan berakibat menurunnya jumlah
produksi telur. Namun, kesalahan ini kan hanya 3 hari terjadi.
Puyuh petelur memang pantang berbohong. Apa yang diberikan oleh tuannya, akan
dibalas langsung dengan hasilnya. Jadi, untuk kesekian kalinya pengalaman
saja tidak cukup. Hitunglah dengan baik, berapa kebutuhan komposisi pakan
dengan benar. Ikuti standar yang telah diajarkan, jangan asal-asalan.
Nasehat ini bukan untuk Anda lho, tapi untuk saya sendiri.
Dari aspek perubahan yang terjadi. Point nomor lima, yaitu
penggantian dengan daun dan daun tangkai ketela pohon yang digiling yang saya
duga sebagai penyebab utamanya. Disertai dugaan kematian
puyuh akibat keracunan, maka segera saya cari informasi mengenai daun ketela
pohon. Hasilnya cukup mengejutkan !. Daun ketela pohon,
apapun jenisnya (jadi bukan hanya ketela yang umbinya terkenal beracun), dapat
dipastikan daunnya mengandung linamarin. Linamarin adalah sejenis racun arsenik yang
bisa membuat kepala pusing, mual-mual bahkan bisa menyebabkan kematian.
Kesimpulan Penyebab.
Dari beberapa perubahan yang terjadi, yang paling mungkin adalah keracunan
linamarin. Biar nama racun ini indah, tapi akibatnya tidak seindah
namanya. Saya tidak tahu bagaimana mengobatinya. Tambahan
vitamin (vitastrong) yang ditambahkan juga tidak mengubah penurunan yang
terjadi. Penambahan gula merah ke pakan dan lemak nabati juga
sampai pergantian total pakan juga tidak mengubah penurunan jumlah hasil telur.
Yang tampak berubah adalah jumlah kematian saja. Dari beberapa sampai
dari beberapa kandang setiap hari menjadi berkurang menjadi satu dua yang puyuh
yang mati. Tapi, kejadian kematian tiap hari terus berlangsung sampai
hari ke 10.
Saya punya dugaan juga, karena minggu sebelumnya diberikan obat sintesis
Therapy, bisa jadi akibatnya bertambah parah setelah terkena racun dari daun
ketela pohon.
Yang kemudian, “jump to conclusion“, kesimpulannya :
puyuhku tersayang menurun produktifitasnya karena keracunan dari daun ketela
pohon yang meskipun langsung difermentasi tetapi tidak menghilangkan
racunnya. Waktu itu, saya agak curiga, kok hasil fermentasinya terasa
dingin. Tapi kurang diperdulikan. Tidak dicari referensi memadai,
terus saja diberikan sebagai tambahan campuran pakan.
Singkat kata, kematian akibat dari kebodohan dalam bersikap dan bertindak
ini, telah menyebabkan hampir seratusan puyuh meninggalkan dunia fana dan
hampir sepuluh hari lebih puyuh mogok bertelur.
Saya hanya bisa bersabar saja ditambah dukungan tambahan vitamin pada pakan
yang diberikan, untuk memulihkan kembali stamina puyuh dan menunggu kesudian
mereka untuk ikhlas bertelur kembali.
Butuh waktu hampir 10 hari, ketika puyuh mulai mengakhiri penderitaannya
dan mulai menambah lagi jumlah telurnya. Itupun tiak drastis.
Naiknya pelan-pelan. Dari yang bertelur tinggal 10% dari satu
kandang, naik setiap hari 5%, 10% setiap hari. Saya masih harus
bersabar menunggu mereka memulihkan kesehatannya sehingga bisa mencapai angka
normal kembali. Pada hari kedua belas atau ketiga belas, baru 3 kandang
dari 60 kandang yang tingkat bertelurnya mencapai 70%. Puyuh albino,
termasuk yang cepat pulih. Sudah bertelur 90% lagi selama dua hari
ini. Namun, ada pula beberapa kandang yang masih meminta PK
(Peninjauan Kembali) karena telurnya hanya bertambah satu setiap harinya.
Apakah saya harus menunggu 30 hari lagi untuk mencapai produktifitas 90%.
Saya sudah berusaha minta maaf sebesar-besarnya kepada puyuh-puyuhku atas
kesalahan ini. Semoga saja, permintaan maaf disertai pemberian ganti rugi
berupa kualitas pakan yang ditingkatkan dan vitamin-vitamin penyehat dan
minuman probiotik yang diberikan dibalas kembali oleh puyuh-puyuh ini.
Karena pamrih peternak pada ternaknya adalah imbalan untuk menghidupi asap
dapur keluarga serta riuh rendahnya suara puyuh, baik di siang ataupun malam
hari………
Tidak ada komentar
Posting Komentar