Ingin menetaskan telur sendiri?
Ya, mengapa tidak !. Penghematan biaya bisa untuk
memulai beternak bisa dimulai oleh sebuah mesin tetas. Saya membuat
sendiri mesin tetas untuk puyuh dengan biaya sekitar 800 ribu untuk kapasitas
800 butir telur. Dengan menetaskan 800 butir selama kurang lebih 18
hari, didapatkan setidaknya 600-700 telur yang menetas. Harga telur tetas
kurang lebih 1000 rupiah. Kalau umpama ingin menetaskan 8000 butir untuk
diternakkan, butuh biaya 800 ribu rupiah. Setelah ditetaskan, harganya
menjadi dua atau tiga kali lipat. Jadi dengan sebuah mesin tetas, secara
teratur kita bisa menambah ternak dengan harga yang relatif terjangkau.
Timbul persoalan, hasil penetasan telur umumnya jumlah yang
jantan kurang lebih sama dengan yang betina. Padahal, kita perlu hanya
betina saja untuk menjadi puyuh petelur. Untuk jumlah yang ditargetkan,
dengan kondisi ini butuh biaya dan waktu, nyaris dua kali lipat. Kalau
begitu, harus ada cara yang relatif mudah dan praktis untuk sejak dari awal
mendapatkan telur yang dikehendaki (jantan atau betina). Juga, kalau
mungkin memastikan apakah telur yang akan ditetaskan ada embrionya atau tidak.
Telur Jantan atau Telur Betina.
Cara Pertama :
Cara yang disarankan adalah melihat bentuk telur.
Kalau telur lonjong atau cungkup, maka kemungkinan jantan. Kalau
bentuknya bulat maka kemungkinan besar ia betina.
Yang dimaksud telur lonjong adalah, membentuk titik pada
ujung telur yang lonjong tersebut maka dia adalah bibit telur jantan.
Sedangkan yang cenderung bulat dia bakal menjadi telur betina. Tingkat
kepastian tidak dapat dipastikan. Beberapa sumber mengatakan bahwa
kepastiannya sekitar 70-80%. Dengan kata lain, jika penentuan telur
ditetapkan dengan cara ini, maka dari 10 telur yang dianggap betina, masih ada
dua atau 3 telur dengan bentuk yang sama, tetapi jantan.
Cara Kedua :
Cara ini tidak ada dasar ilmiahnya juga. Saya gunakan
pendulum (bandul) seperti yang didapat dari beberapa referensi web site.
Untuk gampangnya saja, saya gunakan pendulum dengan menggunakan jarum jahit saja
digantung
di atas benang. Ibu jari dan telunjuk memegang ujung benang
yang panjangnya sekitar 20 cm dan di bawahnya jarum menggantung. Di bawah
jarum diletakkan telur yang akan ditentukan jenisnya. Apakah telur jantan
dan betina. Jarak ujung jarum ke telur berkisar antara setengah sampai 2
cm. Pandangan mata di arahkan ke arah jarum. Jika kemudian jarum
berayun di atas telur, maka itu berarti telur betina. Jika jarum kemudian
berputar searah jarum jam, maka itu telur jantan. Apabila berputar
berlawanan arah dengan arah jarum jam maka artinya telur tidak akan menetas.
Tentu perlu latihan untuk menggunakannya. Saya kerap lakukan dua
kali. Setelah berayun, saya stop agar jarum tidak bergerak (tentunya
dengan perintah melalui pikiran pada bandul agar berhenti) , kemudian diminta
“mulai” lagi. Jarum akan bergerak kembali. Kalau dua kali coba hasilnya
sama, maka saya anggap benar. Kalau tidak, saya sisihkan telur yang
dipilih.
Aneh tapi nyata, uji tebak terhadap telur yang dipilih
hasilnya sama. Saya lakukan pilihan beberapa telur jantan dan
betina. Lalu, saya minta rekan untuk memilihkan telur (terserah) mau
ambil yang mana, yang jelas rekan akan memilih salah satu, yang jantan atau
yang betina. Yang penting, saya tidak tahu rekan tersebut akan memilih
yang mana. Kemudian, saya cek kembali dengan jarum pendulum. Hasilnya
ternyata sama. Yang teruji betina, kemudian dipilihkan ternyata jarum
memang berayun-ayun di atas telur.
Jadi saya kira ini cukup bisa diandalkan juga. Mungkin
lebih baik, karena dengan pendulum bisa menentukan pula, telur yang tidak bisa
ditetaskan.
Kesulitan dengan cara ini adalah membebaskan pikiran dari
alternatif pertanyaan atau pikiran yang tidak terkonsentrasi, kurang perhatian,
atau gangguan lainnya. Waktu yang dibutuhkan untuk mengecek satu telur
antara 15 – 30 detik. Kalau konsentrasi jelek, bisa satu menitan atau
bahkan gagal sama sekali.
Telur-telur inilah yang kemudian saya akan tetaskan. Saya
masih menunggu dua minggu lebih lagi untuk melihat hasilnya…..
Tidak ada komentar
Posting Komentar